Pengertian mengenai kesehatan umumnya dimengerti sebagai hal yang bersifat fisik dan kurang memperhatikan hal-hal yang bersifat mental. Hal ini dapat dipahami karena hal-hal fisik lebih mudah diamati, sehingga lebih mudah disadari oleh individu, dibandingkan hal yang bersifat psikis. Namun, apakah kita betul-betul dapat dikatakan sehat hanya karena tidak memiliki penyakit yang bersifat fisik ? Dan apakah budaya turut mempengaruhi pengertian tentang sehat dan juga tentang sakit ?
DEFINISI SEHAT
WHO mendefinisikan kesehatan sebagai …..keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan…(Smet, 1994 dalam Siswanto, 2007).
Perhatian mengenai kesehatan dalam kaitannya dengan keanekaragaman budaya juga menjadi salah satu bidang kajian yang diminati oleh Psikologi Lintas Budaya (Berry, 1999 dalam Siswanto, 2007).
Schultz (1993) dalam Siswanto (2007) mengatakan bahwa pandangan baru dalam memahami kepribadian yang sehat bukan hanya dari segi apakah pribadi tersebut berfungsi secara normal seperti pada umumnya, tetapi lebih menekankan pada apakah potensi-potensi yang dimiliki bisa dikembangkan secara optimal atau tidak. Oleh karena itu, untuk membedakan pengertian sehat yang dipakai oleh umum dengan sehat yang betul-betul sehat diperkenalkan istilah adisehat atau adinormal untuk mengelompokkan orang-orang yang berbeda dari masyarakat pada umumnya tetapi betul-betul mampu mengaktualkan segenap potensi yang dimilikinya.
PERILAKU KESEHATAN
Gochman (1988) dalam Lukluk dan Bandiyah (2008) mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai those attributes such as beliefs, expectations, motives, values, perceptions, and other cognitive elements, personality characteristics, including affective and emotional states and traits; and overt behavioral patterns, actions dan habits thatrelate to health maintenance, to health restorations and to health improvement.
Dengan demikian, perilaku kesehatan tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara langsung diamati tetapi juga kejadian mental dan keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara tidak langsung.
STATUS KESEHATAN
Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. (Lukluk dan Bandiyah, 2008). Namun Cochman (1988) dalam Lukluk dan Bandiyah (2008) mengatakan bahwa persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan, atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan.
KESEHATAN MODEL BARAT DAN TIMUR
Yang dimaksud dengan model adalah cara merekonstruksi realita, memberikan makna kepada fenomena-fenomena alam yang pada dasarnya bersifat chaos (Eisenberg dalam Helman, 1990 dalam Siswanto, 2007).
Pada bidang kesehatan terdapat dua model utama, yaitu Model Barat dan Model Timur. Model Barat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu model Biomedis atau sering disebut model Medis, model Psikiatris, dan model Psikosomatis. Model Timur bersifat holistik. (Siswanto, 2007).
MODEL BIOMEDIS (BARAT)
Model Biomedis berakar jauh pada pengobatan tradisional Yunani. Perkembangan ilmu biologi yang pesat dengan ditemukannya virus dan bakteri sebagai sumber penyakit menyebabkan model Biomedis berkembang sangat pesat. Dalam model Biomedis penyakit dan kesehatan semata-mata dihubungkan dengan tubuh saja (Siswanto, 2007).
MODEL PSIKIATRIS (BARAT)
Model Psikiatris sebenarnya masih berkaitan dengan model Biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu penyakit dan penggunaan treatment secara fisik, seperti obat-obatan dan pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas. Namun model ini menunjukkan dengan jelas adanya pertentangan-pertentangan di antara para psikiater yang berbeda dalam menjelaskan gangguan psikosis. Model-model itu meliputi model organik yang menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak, model psikodinamik yang berkonsentrasi pada faktor perkembangan dan pengalaman, model behavioral yang mengatakan bahwa psikosis terjadi karena kemungkinan-kemungkinan lingkungan, dan model sosial yang menekankan gangguan dalam kerangka performansinya (Helman, 1990 dalam Siswanto, 2007).
MODEL PSIKOSOMATIS (BARAT)
Model Psikosomatis merupakan model yang muncul kemudian karena adanya ketidakpuasan terhadap model Biomedis. Model ini muncul setelah jurang antara aspek biologis dan psikologis terjembatani lewat karya Sigmund Freud tentang ketidaksadaran, Ivan Pavlov tentang respon terkondisi, dan W.B. Cannon tentang reaksi serang-kabur.
Model Psikosomatis menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik tanpa disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya, tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom-simtom somatik (Tamm, 1993 dalam Siswanto, 2007).
Menurut model Psikosomatik, penyakit berkembang melalui saling keterkaitan yang berkesinambungan antara faktor fisik dengan faktor mental, yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks. Penyembuhan penyakit diasumsikan terjadi melalui cara yang sama.
MODEL HOLISTIK (TIMUR)
Siswanto (2007) mengatakan bahwa dalam dunia kedokteran, Holisme dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Dalam arti sempit, Holisme melihat organisme manusia sebagai suatu sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.
Dalam arti luas, Holisme melihat sistem Holisme dalam arti sempit itu merupakan suatu bagian integral dari sistem-sistem yang lebih luas, di mana organisme individual berinteraksi terus-menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu terpengaruh oleh lingkungan tetapi juga mempengaruhi dan mengubah lingkungannya.
DEFINISI SAKIT
Secara ilmiah, terdapat perbedaan antara illness (sakit) dan disease (penyakit). Sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman rasa menderita karena adanya suatu penyakit, sedangkan penyakit menunjukkan adanya gangguan fungsi fisiologis. Dengan demikian sakit bersifat subjektif, sedangkan penyakit bersifat objektif (Susanto, 2000).
Cassell dalam Helman (1990) dalam Siswanto (2007) mengatakan bahwa illness menyatakan apa yang dirasakan oleh pasien ketika dia datang ke dokter, sedangkan disease menyatakan apa yang dibawa si pasien ke rumah setelah dari ruang dokter. Dengan demikian, disease adalah sesuatu yang diidap oleh organ tubuh, sedangkan illness adalah respon subjektif pasien.
Kleinman’s dalam Freund (1991) dalam Siswanto (2007) mengatakan bahwa disease mengacu pada kondisi biofisik, sedangkan illness mengacu pada bagaimana orang yang sakit dan anggota keluarganya atau jaringan sosialnya yang lebih luas merasakan atau hidup dengan serta bereaksi terhadap simtom-simtom dan ketidakmampuannya.
Kesulitan muncul karena dokter yang dididik dengan sistem pengobatan Barat terlatih pada konsep penyakit dalam pengertian disease, sehingga mereka kurang mampu menangani penyakit dalam pengertian illness (Siswanto, 2007). Disease yang sama mungkin diartikan sangat berbeda pada dua orang pasien dengan latar belakang budaya yang berbeda sehingga mendapatkan treatment yang berbeda pula. Gejala flu di Barat mendapatkan perhatian yang serius, sedangkan di Indonesia flu dianggap merupakan penyakit yang wajar.
KAITAN DISEASE DENGAN ILLNESS
Bisa saja disease terjadi tanpa adanya illness. Teknologi kedokteran yang maju dapat mendeteksi adanya penyakit sebelum orang yang bersangkutan menyadari penyakitnya. Hal ini akan berpengaruh pada perilaku orang tersebut, misalnya dalam hal kepatuhan. Bagaimana mungkin orang tersebut bisa patuh melakukan nasehat dokter bila dia masih belum merasa ada yang aneh dalam dirinya ?
Sebaliknya, bisa saja illness terjadi tanpa adanya disease. Pasien bisa saja merasa ada sesuatu yang salah dalam hal fisiknya, tetapi setelah diperiksa ternyata tidak ada yang salah dalam hal fisiknya. Meskipun demikian, bisa saja dia tetap merasa sakit. Biasanya penyakit seperti ini disebabkan oleh stress kehidupan dan dikategorikan sebagai penyakit psikosomatis (Siswanto, 2007).
IMPLIKASI PERBEDAAN KONSEP KESEHATAN & PENYAKIT TERHADAP PERILAKU PENYEMBUHAN
Penyembuh atau orang yang berperan mengobati pasien pada sistem pengobatan Barat dibedakan antara Dokter dan Psikolog. Dokter bertugas mengobati penyakit fisik, sedangkan Psikolog bertugas mengobati penyakit psikis (Joesoef, 1990 dalam Siswanto, 2007). Bahkan karena pengaruh pandangan dualisme tubuh dan jiwa ini, para Dokter hampir tidak bersinggungan sama sekali dengan Psikolog dan mereka bekerja pada bidang yang sama sekali berbeda. Hal ini berbeda dengan sistem pengobatan Timur di mana penyembuh biasanya adalah tokoh setempat seperti Pendeta atau Dukun atau Imam. Peranan penyembuh di sini bukan hanya dari segi fisik saja, tetapi lebih menyeluruh meliputi mental, moral, dan spiritual.
Dalam perkembangannya, saat ini mulai terjadi pertemuan antara penyembuhan dengan model Barat dengan model Timur. Secara praktis, hal ini ditandai dengan antara lain dengan adanya Dokter (penyembuh model Barat) yang mempelajari dan mempraktekkan penyembuhan model Timur sebagai komplemen pengobatan model Barat yang digunakannya. Misalnya, Dokter yang menggunakan radiesthesi medik untuk mempertajam diagnosis dan pemilihan jenis terapi maupun dosis obat sesuai kebutuhan dan kondisi pasien saat diperiksa. Dokter F.A. Boediarto, Sp KJ mengatakan bahwa seni ini tidak bertentangan dengan Ilmu Kedokteran, karena pada hakekatnya definisi Ilmu Kedokteran sendiri adalah ilmu dan seni (science and art) mengobati penderita (Jehani, 2008).
Dengan mulai bertemunya penyembuhan model Barat dan Timur ini, diharapkan pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan akan dapat dilakukan secara lebih utuh dan menyeluruh dari segala aspeknya tanpa timbul adanya saling pertentangan, karena satu sama lain bersifat saling melengkapi (bersifat komplemen).
Oleh : Constantinus J Joseph
Jl.Anjasmoro V/24 Semarang